Dosenku baru saja
keluar dari ruang studioku. Wajahnya kecewa melihat jumlah kursi yang kosong
lebih banyak dari biasanya. Maaf bu, kami baru saja ngeprint. Begitulah tutur
kami. Tapi ibu hanya ingin melihat progress, begitulah ujarnya.
Bu, menyesal, sungguh
menyesal, inginnya lebih baik. Aku punya alasan. Waktu yang lalu kuhabiskan
berbaring dan berpejam mata. Hanya karena 2 hari ini mata, telinga, tenggorokan
mengalami radang. Aktivitas apapun terganggu karenanya. Menyesal bu sungguh
menyesal kenapa sakit harus datang.
Sore ini kubuka
laptop selepas Ibu tadi keluar. Hendak refreshing sebentar membuka facebook.
Melihat update-an terbaru siapa tau ada hal yang sangat menarik dan lucu. Tapi
kalimat ini yang pertama kali kubaca :
Maka nikmat Tuhan
mu yang manakah yang engkau dustakan?
Yah, salah satu
teman mayaku mensharing postingan tentang perjuangan pedagang tuna daksa.
Ketika beliau di usia produktifnya tak behenti berjuang walau dalam
keterbatasan. Kacang 1000, Pulsa elektrik, Pulsa listrik. Slogan dalam kertas
yang entah berapa usianya hingga terlihat lusuh. Berbekal tulisan ini beliau
berkeliling dengan kursi rodanya sepanjang jalan.
Maka nikmat Tuhan
mu yang manakah yang engkau dustakan?
Kalimat ini sangat
menyentuh hatiku dan terus terngiang. Kejadian studio sore ini tak ada
bandingannya dengan kejadian sang tuna daksa. Sakitku tak ada bandingannya
dengan derita sang tuna daksa. Nikmat karunia yang kurasakan sangat cukup dan
lebih. Hanya sakit sedikit nikmat yang berkurang, tidak seberapa, hanya 2 hari
saja. Bukan separuh atau seumur hidupku.
Memutar kembali
ingatan terdahulu. Sering kali aku melihat orang-orang yang mungkin kurang
beruntung. Seketika rasa kurang atas nikmat Tuhan pun sirna saat itu.
"Hamba serba kekurangan, hamba ingin seperti itu, hamba ingin seperti ini,
hamba ingin lebih." Terlalu banyak rasa ketidakcukupan pada diri kita.
Padahal masih banyak hamba Tuhan lainnya yang lebih kekurangan daripada kita.
Setiap hamba Tuhan
diberikan karunia dan nikmat, kelebihan di atas hal yang aku sadari sebelumnya
sebagai kekurangan dan perbedaan. Hikmah dan karunia Tuhan sangat sempurna,
hanya saja disisakan satu sebagai penutup yang manis untuk kita. Maka nikmat
Tuhan mu yang manakah yang engkau dustakan? Lagi-lagi kalimat ini terngiang
Semoga tak hanya terngiang namun terpacu untuk bersyukur. Karena hidup ini
indah, begitu pula studio sore ini. ^^
Isti IsWavy, Rabu, 30 April 2014 - 2:28 PM
flashbackk few weeks ago : Mumet Studioooo
0 comments:
Posting Komentar